Jumat, 19 Maret 2010

Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990
Tentang : Pengendalian Pencemaran Air


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

a. bahwa air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup
orang banyak, sehingga perlu dipelihara kualitasnya agar tetap
bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup
lainnya;
b. bahwa air agar dapat bermanfaat secara berkelanjutan dengan tingkat
mutu yang diinginkan perlu dilakukan pengendalian pencemaran air;
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas dipandang perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Pencemaran
Air.

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan
3. Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 131, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2063);
4. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene (Lembaran
Negara Tahun 1966 Nomor 22, Tambahan Lembaran negara Nomor
2084);
5. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran
Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3046);
6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintah di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 38, tambahan Lembaran Negara
Nomor 3037).
7. Undang-undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun
1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274).
8. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran
Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3299).
9. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan
Air (Lembaran negara Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3225).
10. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran negara Tahun 1966 Nomor
42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3338).

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGENDALIAN
PENCEMARAN AIR

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Air adalah semua air yang terdapat didalam dan atau berasal dari
sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk
dalam pengertian ini adalah air yang terdapat di bawah permukaan
tanah dan air laut;
2. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan
manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya;
3. Pengendalian adalah upaya pencegahan dan atau penanggulangan dan
atau pemulihan;
4. Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur
pencemaran yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air
tertentu sesuai dengan peruntukannya;
5. Beban pencemaran adalah jumlah suatu parameter pencemaran yang
terkandung dalam sejumlah air atau limbah;
6. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada
sumber air menerima beban pencemaran limbah tanpa mengakibatkan
turunnya kualitas air sehingga melewati buku mutu air yang
ditetapkan sesuai dengan peruntukannya;
7. Baku mutu limbah cair adalah batas kadar dan jumlah unsur
pencemaran yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk dibuang
dari satu jenis kegiatan tertentu;
8. Menteri adalah Menteri yang ditugasi mengelola lingkungan hidup.

BAB II
INVENTARISASI KUALITAS DAN KUANTITAS AIR

Pasal 2

Gubernur menunjuk instansi teknis di daerah untuk melakukan inventarisasi
kualitas dan kuantitas air untuk kepentingan pengendalian pencemaran air.

Pasal 3

(1) Gubernur Kepala daerah Tingkat I, menetapkan prioritas pelaksanaan
inventarisasi kualitas dan kuantitas air.
(2) Apabila sumber air berada atau mengalir melalui atau merupakan
batas dari dua atau lebih Propinsi Daerah Tingkt I, prioritas
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur
Kepala Daerah TingkaI di bawah koordinasi Menteri.

Pasal 4

(1) Data kualitas dan kuantitas air disusun dan didokumentasikan pada
instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan
lingkungan hidup di daerah.
(2) Data kualitas dan kuantitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diolah oleh instansi yang bersangkutan dan laporannya disampaikan
kepada Menteri dan Gubernur Kepala daerah Tingkat I yang
bersangkutan, sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.

Pasal 5

(1) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mengidentifikasikan sumbersumber
pencemaran air.
(2) Berdasarkan hasil identifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ,
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan menetapkan
tindak lanjut pengendaliannya.

Pasal 6

Data kualitas dan kuantitas air sebagaimana dimaksud dalamPasal 4 dipakai
sebagai :
a. dasar pertimbangan penetapan peruntukkan air dan baku mutu air
pada sumber air yang bersangkutan;
b. dasar perhitungan daya tampung beban pencemaran air pada sumber
air yang telah ditetapkannya peruntukannya;
c. dasar penilaian tingkat pencemaran air.

BAB III
PENGGOLONGAN AIR

Pasal 7

(1) Penggolongan air menurut peruntukkannya ditetapkan sebagai berikut
:
Golongan A : Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu;
Golongan B : Air yang dapat dighunakan sebagai air baku air minum;
Golongan C : Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan
peternakan;
Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian,
dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit
listrik tenaga air.
(2) Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan perluasan
pemanfaatan air di luar penggolongan air sebagaimana yang telah
ditetapkan dalam ayat (1).

Pasal 8

(1) Ketetapan tentang baku mutu air untuk golongan air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ditetapkan sebagaimana tercantum dalam
lampiran Peraturan Pemerintah ini.
(2) Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan penambahan
parameter dan baku mutu untuk parameter tersebut dalam baku mutu
air sebagaimana dalam ayat (1).
(3) Penilaian kualitas air yang menyangkut paramater yang belum
tercantum dalam baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan dengan menunjuk kepada fungsi dan guna air serta atau
kepada ilmu pengetahuan.

Pasal 9

Metode analisis untuk setiap parameter baku mutu air dan baku mutu limbah
cair ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 10

(1) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menetapkan :
a. Peruntukan air sesuai dengan penggolongan air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), kecuali kemudian ditentukan
lain oleh Menteri;
b. Baku mutu untuk peruntukan air menurut penggolongan
sebagaimana dimaksudkan dalam huruf a.
(2) Peruntukan air dan baku mutu air yang berada atau mengalir melalui
atau merupakan batas dari dua atau lebih propinsi Daerah Tingkat I
ditetapkan oleh Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang
bersangkutan di bawah koordinasi Menteri.
(3) Peruntukan air dan baku mutu air pada sumber air yang berada di
bawah wewenang pengelolaan suatu badan pengelola sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pengairan setelah berkonsultasi dengan Menteri.

Pasal 11

Apabila kualitas air lebih rendah dari kualitas air menurut golongan yang
telah ditetapkan, Gubernur Kepala daerah Tingkat I menetapkan program
peningkatan kualitas air.

Pasal 12

Apabila kualitas air telah memenuhi kualitas menurut penggolongannya
sesuai yangtelah ditetapkan. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menetapkan
program peningkatan penggolongan untuknya

BAB IV
UPAYA PENGENDALIAN

Pasal 13

(1) Pengendalian pencemaran air di daerah dilakukan oleh Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I.
(2) Pengendalian pencemaran air dan pada sumber air berada di atau
mengalir melalui wilayah lebih dari satu Propinsi daerah Tingkat I
dilakukan olehpara Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang
bersangkutan setelah berkonsultasi dengan Menteri.

Pasal 14

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menentukan daya tampung beban
pencemaran.

Pasal 15

(1) Menteri setelah berkonsultasi dengan Menteri lain dan atau Pimpinan
lembaga pemerintah non departemen yang bersangkutan menetapkan
baku mutu limbah cair.
(2) Untuk melindungi kualitas aitr, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
setelah berkonsultasi dengan Menteri dapat menetapkan baku mutu
limbah cair lebih ketat dari baku mutu limbah cari sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)

Pasal 16

Baku mutu air, daya tampug beban pencemaran dan baku mutu limbah cair
ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun.

Pasal 17

(1) Setiap orang atau badan yang membuang limbah cair wajib mentaati
baku mutu limbah cair sebagaimana ditentukan dalam izin
pembuangan limbah cair yang ditetapkan baginya.
(2) Setiap orang atau badan yang membuang limbah cair sebagaimana
ditetapkan dalam izin pembuangannya, dilarang melakukan
pengenceran.

Pasal 18

Pembuangan limbah dengan kandungan bahan redioaktif diatur oleh
Pimpinan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang tenaga
atom setelah berkonsultasi dengan Menteri.

Pasal 19

Pembuangan limbah cair ke tanah dapat dilakukan dengan izin Menteri
berdasarkan hasil penelitian.

Pasal 20

Penanggung jawab kegiatan wajib membuat saluran pembuangan limbah cair
sedemikian rupa, sehingga memudahkan pengambilan contoh dan
pengukuran debit limbah cair di luar areal kegiatan.

Pasal 21

(1) Pembuangan limbah cair ke dalam air dikenakan pembayaran
retribusi.
(2) Tata cara dan jumlah retribusi ditetapkan dengamn Peraturan Daerah
Tingkat I.

Pasal 22

Dalam hal Pemerintah Daerah menyediakan tempat dan atau sarana
pembuangan dan pengolahan limbah cair, Pemerintah daerah dapat
memungut retribusi.

Pasal 23

Upaya pengendalian pencemaran air yang disebabkan oleh masuknya limbah
cair atau bahan lain tidak melalui saran yang dibuat khusus untuk itu dan
atau yang bukan berupa sumber yang tertentu titik masuknya ke dalam air
pada sumber air diatur oleh Menteri atau Pimpinan lemaga pemerintah non
departemen yang bersangkutan setelah berkonsultasi dengan Menteri.

Pasal 24

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menetapkan dan mengumumkan sumber
air dan salurannya yang dinilai tercemar dan membahayakan keselamatan
umum.

BAB V
PERIZINAN

Pasal 25

Baku mutu limbah cair yang diizinkan dibuang ke dalam air oleh suatu
kegiatan ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I berdasarkan
baku mutu limbah cair sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

Pasal 26

(1) Pembuangan limbah cair dalam air dilakukan dengan izin yang
diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicantumkan dalam izin
Ordonansi Gangguan.
(3) Izin pembuangan limbah cair yang dicantumkan dalam izin Ordonansi
Gangguan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan:
a. jenis produksi, volume produksi dan kebutuhan air untuk
produksi;
b. kualitas dan kuantitas limbah cair dan atau bahan lain yang
diizinkan untuk dibuang ke dalam air serta frekuensi
pembuangannya;
c. tata letak pembuangan limbah;
d. sumber dari air yang digunakan dalam prosesproduksi atau
untuk menyelenggarakan kegiatannya, serta jumlah dan
kualitas air tersebut;
e. larangan untuk melakukan pengenceran limbah cair;
f. sarana prosedur penanggulangan keadaan darurat.

Pasal 27

(1) Pembuangan limbah cair rumah tangga diatur dengan Peraturan
Daerah;
(2) Pembuangan limbah cair ke laut diatur dengan peraturan tersendiri;

Pasal 28

(1) Untuk kegiatan yang wajib membuat analisis mengenai dampak
lingkungan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1986
tentang analisis menenai dampak lingkungan, maka persyaratan dan
kewajiban yang tercantum dalam rencana pengelolaan lingkungan dari
rencana pemantauan lingkungan bagi kegiatan tersebut wajib
dicantumkan sebagai syarat dan kewajiban dalam izin ordonansi
gangguan bagi kegiatan yang bersangkutan.
(2) Apabila analisis mengenai dampak lingkungan bagi suatu kegiatan
mensyaratkan baku mutu limbah cair yang lebih ketat dari baku mutu
limbah cair sebagaimana dimaksud dalam Pasal, maka untuk kegiatan
tersebut ditetapkan baku mutu limbah cair sebagaimana disyaratkan
oleh Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

BAB VI
PENGAWASAN DAN PEMANTAUAN

Pasal 29

(1) Setiap orang yang mengetahui atau menduga terjadinya pencemaran
air, berhak melaporkan kepada :
a. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau aparat pemerintah
daerah terdekat, atau
b. Kepala Kepolisian Resort atau aparat Kepolisian terdekat.
(2) Aparat Pemerintah Daerah terdekat yang menerima laporan tentang
terjadinya pencemaran air wajib segera meneruskan kepada Gubernur
Kepala daerah Tingkat I yang bersangkutan.
(3) Aparat Kepolisian terdekat yang menerima laporan tentang terjadinya
pencemaran air wajib segera melapor kepada Kepala Kepolisian Resort
yang bersangkutan untuk keperluan penyidikan.
(4) Gubenur Kepala Daerah Tingkat I segera melakukan penelitian tentang
laporan terjadinya pencemaran air.
(6) Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
membuktikan terjadinya pencemaran air, Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I segera melakukan atau memerintahkan dilakukannya
tindakan penanggulangan dan atau pencegahan meluasnya
pencemaran.

Pasal 30

(1) Pengawasan kualitas air dilakukan oleh Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I.
(2) Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dapat menunjuk
sebuah instansi di daerah.
(3) Tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. pemantauan dan evaluasi baku mutu limbah cair pada tempat
yang ditentukan;
b. pemantauan dan evaluasi perubahan kualitas air;
c. pengumpulan dan evaluasi data yang berhubungan dengan
pencemaran air;
d. evaluasi laporan tentang pembuangan limbah cair dan
analisisnya yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan;
(4) Pelaksanaan pengawasan dilakukan secara berkala dan sewaktu-waktu
apabila dipandang perlu.
(5) Apabila hasil pengawasan menunjukkan terjadinya pencemaran air,
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I memerintahkan dilakukannya
penanggulangan dan atau pencegahan meluasnya pencemaran.
(6) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I hasil pengawasan kualitas air
kepada Menteri lain yang terkait.
(7) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menetapkan tata laksana
pengawasan di daerah.

Pasal 31

(1) Dalam rangka melaksanakan tugasnya, petugas dari instansi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) berwenang;
a. memasuki lingkungan sumber pencemaran;
b. memeriksa bekerjanya peralatan pengolahan limbah dan atau
peralatan lain yang diperlukan untuk mencegah pencemaran
lingkungan;
c. mengambil contoh limbah;
d. meminta keterangan yang diperlukan untuk mengetahui kualitas
limbah yang dibuang, termasuk proses pengolahannya.
(2) Setiap penanggung jawab kegiatan wajib :
a. mengizinkan petugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
untuk memasuki lingkungan kerjanya dan membantu
terlaksananya tugas petugas tersebut;
b. memberikan keterangan dengan benar, baik secara lisan
maupun tertulis, apabila hal itu diminta.

Pasal 32

(1) Setiap penanggung jawab kegiatan wajib menyampaikannya kepada
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I :
a. Laporan tentang pembuangan limbah cair dan hasil analisisnya
sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan.
b. Pernyataan bahwa laporan yang telah disampaikan adalah benar
mewakili kualitas limbah cair yang sebenarnya dibuang.
(2) Pedoman dan tata cara pelaporan ditetapkan oleh Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I atau instansi yang ditunjuk untuk itu.

Pasal 33

(1) Apabila pembuangan limbah cair melanggar ketentuan baku mutu
limbah cair yang telah ditetapkan dalam Pasal 15, Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I mengeluarkan surat peringatan kepada penanggung
jawab kegiatan untuk memenuhi persyaratan baku mutu limbah cair
dalam waktu yang ditetapkan.
(2) Apabila pada waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), pembuangan limbah cair belum mencapai persyaratan baku
mutu limbah maka Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mencabut izin
pembuangan limbah cair.

Pasal 34

(1) Menteri menunjuk laboratorium tingkat pusat dalam rangka
pengendalian pencemaran air.
(2) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menunjuk laboratorium di daerah
untuk melakukan analisis kualitas air dan kualitas limbah cair dalam
rangka pengawasan dan pemantauan pencemaran air.

BAB VII
PEMBIAYAAN

Pasal 35

(1) Pembiayaan inventarisasi kualitas dan kuantitas air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dibebankan kepada penanggung jawab
kegiatan yang bersangkutan.
(2) Pembiayaan pengawasan pencemaran air dibebankan pada anggaran
daerah masing-masing

Pasal 36

(1) Biaya pencegahan penanggulangan dan pemulihan pencemaran air
akibat suatu kegiatan dibebankan kepada penanggungjawab kegiatan
yang bersangkutan.
(2) Apabila penanggung jawab kegiatan lalai melaksanakan
penanggulangan pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) atau melaksanakan tidak sebagaimana mestinya, maka Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I dapat melakukan atau memerintahkan untuk
melakukan penanggulangan pencemaran tersebut atas beban
pembiayaan penanggung jawab kegiatan yang bersangkutan.
Apabila dipandang perlu Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat
II atas nama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I I atas nama Gubernur
Kepala daerah Tingkat I dapat mengambil tindakan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) atas beban pembiayaan kegiatan yang
bersangkutan.

BAB VIII
SANKSI

Pasal 37

Barang siapa melanggar ketentuan dalam Pasal 17, Pasal 19, Pasal 20, Pasal
32 peraturan Pemerintah ini dikenakan tindakan administratif oleh
Bupati/Walikotamadya Kepala daerah Tingkat II. Tindakan administratif
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menutup kemungkinan
dikenakan tindakan hukum lainnya.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 38

Apabila untuk suatu jenis kegiatan belum ditentukan baku mutu limbah
cairnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, maka baku mutu limbah cair
yang boleh dibuang ke dalam air oleh kegiatan tersebut ditetapkan oleh
Gubernut Kepala Daerah Tingkat I setelah berkonsultasi dengan Menteri.

Pasal 39

Apabila pada saat diundangkannya Peraturan Pemerintah ini telah ditetapkan
baku mutu limbah cair yang dibuang ke dalam air oleh suatu kegiatan lebih
ketat dibandingkan dengan perhitungan menurut baku mutu limbah cair
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, maka untuk kegiatan tersebut tetap
berlaku baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan itu.

Pasal 40

Apabila padaa saat diundangkannya Peraturan Pemerintah ini telah
ditetapkan baku mutu limbah cair yang dibuang ke dalam air oleh suatu
kegiatan lebih longgar dibandingkan dengan perhitungan menurut baku mutu
limbah cair sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, maka baku mutu limbah
cair kegiatan tersebut wajib disesuaikan dengan baku mutu limbah cair
sebagaimana dimaksud dengan Pasal 15 dalam jangka waktu selambatlambatnya
satu tahun terhitung sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah
ini.

Pasal 41

Bagi kegiatan yang sudah beroperasi, maka dalam waktu satu tahun setelah
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah ini, harus sudah memperoleh izin
pembuangan limbah cair dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

Pasal 42

(1) Apabila pada saat diundangkannya Peraturan Pemerintah ini
penggolongan air menurut perutukannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah ini belum ditetapkan, maka
golongan air pada badan air tersebut dinyatakan sebagai golongan B
sampai ada penetapan lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I sesuai dengan ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini.
(2) Air pada badan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini
ditetapkan sebagai golongan A, apabila :
a. Apabila kualitas air golongan A sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 Peraturan Perintah ini, atau
b. berada di kawasan hutan lindung, atau
c. berada di sekitar sumber mata air.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 43

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Juni 1990
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd
SOEHARTO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Juni 1990

MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd
DRS. MURDIONO

sumber: www.penataanruang.net/taru/nspm/PP_No20-1990.pdf




PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 82 TAHUN 2001

TENTANG

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


Menimbang:

a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang
memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan
perikehidupan manusia, serta untuk memajukan
kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar
dan faktor utama pembangunan;
b. bahwa air merupakan komponen lingkungan hidup yang
penting bagi kelangsungan hidup clan kehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya;
c. bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan
pengelolaan kualitas air clan pengendalian pencemaran air
secara bijaksana dengan memperlihatkan kepentingan
generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan
ekologis;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, clan huruf c serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air;

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana
telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang
Dasar 1945;
2. Nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan
(Lembaran Negara Indonesia Tahun 1974 Nomor 65,
tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3699);
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan
Daerah Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN
KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.

BAB 1
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan
1. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah
permukaan tanah kecuali air laut dan air fosil;
2. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di
bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini
akuifer, mata air, Sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan
muara;
3. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air
sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai
peruntukannya untuk menjadi agar kualitas air tetap dalam
kondisi alamiahnya;
4. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan
dan penangulangan pencemaran air serta pemulihan
kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan
baku mutu air;
5. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau
diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda
tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
6. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih
layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu;
7. Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap
kelas air;
8. Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat
potensi pemanfatan atau penggunaan air, pencadangan air
berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun
kuantitasnya, dan atau fungsi ekologis;
9. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk
hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada
dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
di dalam air;
10. Status mutu air adalah tingkat . kondisi mutu air yang
menunjukkanl kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu
sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan
dengan baku mutu air yang ditetapkan;
11. Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke
dalam air oleh kegiatan mannusia, sehinga kualitas air
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;
12. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar
yang terkandung didalam air atau ,air limbah;
13. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air
pada suatu sumber air,untuk menerima masukan beban
pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi
cemar;
14. Air Iimbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan
yang berwujud cair;
15. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur
pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang
ditenggang keberadaanya dalam air limbah yang akan
dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha
dan atau kegiatan;
16. Pemerintah adalah Presiden beserta para menteri dan
Ketua/ Kepala Lembaga Pemerintah Nondepartemen;
1 7. Orang adalah orang perseorangan,dan atau kelompok
orang dan atau badan hukum ;
18. Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola
lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan.

Pasal 2

(1) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemmaran
air diselengarakan secara terpadu dengan pendekatan
ekosistem.
(2) Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi.

Pasal 3

Penyelengaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan
peraturan perundang - undangan.

Pasal 4

(1) Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas
air yang dinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam
kondisi alamiahnya.
(2) Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin
kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui
upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air
serta pemulihan kualitas air.
(3) Upaya pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan pada :
a. sumber yang terdapat di dalam hutan lindung;
b. mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan
c. akuifer air tanah dalam
(4) Upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dilakukan di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud didalam ayat (3).
(5) Ketentuan mengenai pencemaran kualitas air sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) huruf c ditetapkan dengan
peraturan perundang - undangan .

BAB II
PENGELOLAAN KUALITAS AIR

Bagian Pertama
Wewenang

Pasal 5

(1) Pemerintah dilakukan pengelolaan kualitas air lintas
propinsi dan atau lintas bataas negara.
(2) Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan
kualitas air lintas Kabupaten / Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pengelolaan
kualitas air di Kabupaten / Kota.

Pasal 6

Pemerintah dalam melakukan pengelolaan kualitas air
sebagamana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat
menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah
Kabupaten / Kota yang bersangkutan.

Bagian Kedua
Pendayagunaan Air

Pasal 7

(1) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota menyusun rencana pendayagunaan air.
(2) Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana,
dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan fungsi
ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama serta adat
istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat
(3) Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud
dalam ayat
(1) meliputi potensi pemanfaatan atau penggunaan air,
pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik
kualitas maupun kuailtitas dan atau fungsi ekolosis.

Bagian Ketiga
Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air

Pasal 8

(1) Klasifikasi mutu
air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk air bakti air minum, dan atau peruntukan lain yang
imempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan ,air untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
imengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan
tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk mengairi,pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
(2) Kriteria mutu air dari setiap kelas air sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan
Pemerintah ini.

Pasal 9

(1) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
pada;
a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah
Propinsi dan atau merupakan lintas batas wilayah negara
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah
Kabupaten / Kota dapat diatur dengan Peraturan Daerah
Propinsi.
c. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten / Kota
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota .
(2) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diajukan berdasarkan pada hasil pengkajian yang dilakukan
oleh Pemerintah ,Pemerintah Propinsi, dan atau
Peinerintah Kabupaten / Kota berdasarkan wewenangnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(3) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang
bersangkutan untuk melakukan pengkajian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a.
(4) Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh
Menteri.

Bagian Keempat
Baku Mutu Air, Pemantauan Kualitas Air,Dan Status Mutu
Air

Pasal 10

Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian
kelas air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 dan Pasal 9.

Pasal 1 1

(1) Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih
ketat dan atau penambahan parameter pada air yang lintas
Propinsi dan atau lintas batas negara, serta sumber air
yang pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah.
(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan
memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.

Pasal 12

(1) Pemerintah propinsi dapat menetapkan;
a. baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas
yang ditetapkan sebagamiana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1); dan atau
b.Tambahan parameter dari yang ada dalam kriteria mutu
air sebagaimana dimaksud dalamPasal 8 ayat (2).
(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.
(3) Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan
parameter baku mutu air sebagaimana dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 13

(1) Pemantauan kualitas air pada
a. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten / Kota
dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten / Kota;
b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah
Kabupaten / Kota dalam satu propinsi dikoordinasikan oleh
Pemerintah Propinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing
Pemerintah Kabupaten / Kota;
c sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah
propinsi dan atau sumber air yang merupakan lintas batas
negara kewenangan pemantauannya berada pada
Pemerintah.
(2) Pemerintah dapat menugaskan Propinsi Propinsi yang
bersangkutan untuk melakukan pemantauan kualitas air
pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf c.
(3) Pemantauan kualitas air sebagamana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam )bulan sekali.
(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a dan huruf b, disampaikan kepada Menteri.
(5) Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air
ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 14

(1) Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan;
a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku
mutu air ;
b. kondisi baik , apabila mutu air memenuhi baku mutu air.
(2) Ketentuan mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik
status mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut
dengan Keputusan Menteri.

Pasal 15

(1) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar;
maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masingmasing
melakukan upaya penanggulangan pencemaran
dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air
sasaran.
(2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka
pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masingmasing
mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas
air.

Pasal 16

(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah
diakreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air
limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air.
(2) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka analisis
mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium
yang ditunjuk Menteri.

Pasal 1 7

(1) Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau
mutu air Iimbah dari dua atau lebih laboratoriummaka
dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan.
(2) Verifikasi ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan oleh Menteri dengan menggunakan laboratorium
rujukan nasional.

BAB III
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Bagian Pertama

Wewenang

Pasal 18

(1) Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada
sumber air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara.
(2) Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaran
air pada sumber air yailg lintas Kabupaten / Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pengendalian
pencemaran air pada sumber air yang berada pada
Kabupaten / Kota.

Pasal 19

Pemerintah dalam melakukanpengendalian pencemaran air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat
menugaskan Pemerintah propinsi atau Pemerintah
Kabupaten / Kota yang bersangkutan.

Pasal 20

Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masingmasing
dalam rangka pengendalian pencemaran air pada
sumber air berwenang:
a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber
pencemar;
c. menetapkan persyaratan air Iimbah untuk aplikasi pada
tanah;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air Iimbah ke air
atau sumber air;
e. memantau kwalitas air pada sumber air; dan
f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan
mutu
air.

Pasal 21

(1) Baku mutu air Iimbah nasional ditetapkan dengan
Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan
dari instansi terkait.
(2) Baku mutu air Iimbah daerah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat
dari baku mutu air Iimbah nasional sebagaiimana dimaksud
dalam ayat (1).
(3) Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, yang
dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota disampaikan kepada Menteri secara
berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. 1
(4) Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.

Pasal 22

Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (3), Menteri menetapkan kebijakan
nasional pengendalian pencemaran air.

Pasal 23

(1) Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air
ditetapkan daya. tampunng beban pencemmaran air pada
sumber air.
(2) Penetapan daya tampung beban pencemaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
berkala sekurangkurangnya
5 (Iima) tahun sekali.
(3) Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dipergunakan untuk
a. pemberian izin lokasi;
b. pengelolaan air dan sumber air ;
c. penetapan rencana tata ruang ;
d. pemberian izin pembuangan air limbah;
e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja
pengendalian pencemaran air.
(4) Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan Menteri.

Bagian Kedua

Retribusi Pembuangan Air Limbah

Pasal 24

(1) Setiap orang yang membuang air Iimbah ke prasarana dan
atau sarana pengelolaan air Iimbah yang disediakan oleh
Pemerintah Kabupatenl / Kota dikenakan retribusi.
(2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.

Bagian Ketiga

Penangulangan Darurat

Pasal 25

Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana
penanggulangan pencemaran air pada keadaan darurat
dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya.

Pasal 26

Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25, maka penangung jawab usaha dan atau
kegiatan wajib melakukan penangulangan dan pemulihan.

BAB IV
PELAPORAN

Pasal 27

(1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya
pencemaran ,air, wajib melaporkan kepada Pejabat yang
berwenang.
(2) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mencatat
a. tanggal pelaporan;
b. waktu dan tempat;
c. peristiwa yang terjadi;
d. sumber penyebab;
e. perkiraan dampak.
(3) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam iangka waktu
selambatlambatnya
3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal
diterimanya laporan, wajib meneruskanya kepada Bupati /
Walikota / Menteri.
(4) Bupati / Walikota / Menteri sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) wa,iib negeri melakukan verifikasi untuk
mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran
terhadap pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya
pencemaran air
(5) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(4) menunjukkan telah terjadinya pelanggaran, maka
Bupati / Walikota / Menteri wajib memerintahkan
penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk
menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran airr
serta dampaknya.

Pasal 28

Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan
tidak melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati / walikota / Menteri
dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk
melaksanakannya atas beban biaya penanggung jawab
usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.

Pasal 29

Setiap penanggung,jawab usaha dan atau kegiatan atau
pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan
penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas
air, wajib menyaimpaikan laporannya kepada Bupati /
Walikota / Menteri.

BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Pertama

Hak

Pasal 30

(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air
yang baik.
(2) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk
mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan
pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran
air.
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam
rangka pengelolaan , kualitas air dan pengendalian
pencemaran air sesuai peraturan perundang - undangan
yang berlaku.

Bagian Kedua

Kewajiban

Pasal 31

Setiap orang wajib :
a. melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
b. mengendalikaan pencemaran air pada sumber air
sebagaimana dimaksud didalam Pasal 4 ayat (4).

Pasal 32

Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan
berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat
mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air.

Pasal 33

Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten / Kota wajib memberikan lnformasi
kepadamasyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air.

Pasal 34

(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib
menyampaikan laporan tentang penataan persyaratan izin
aplikasi air limbah pada tanah
(2) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegitan wajib
menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin
pembuangan air Iimbah ke air atau sumber air.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) wajib disampaikan sekurang-kurangnya sekali dalam 3
(tiga) bulan kepada Bupati /Walikota dengan tembusan
disampaikan kepada Menteri.
(4) Ketentuan mengenai pedoman pelaporan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.

BAB VI
PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN
PEMBUANGAN AIR LIMBAH

Bagian Pertama

Pemanfaatan Air Limbah

Pasal 35

(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan
air Iimbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah wajib
mendapat izin tertulis dari Bupat / Walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan atau kajan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan
Upaya Pemantauan Lingkungan .
(3) Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan
oleh Bupati / Walikota dengan memperhatian pedoman
yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 36

(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air
limbah ke tanah aplikasi pada tanah.
(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sekurang -kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan
tanaman ;
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada
Bupati / Walikota.
(4) Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian
yang diajukan oleh pemkarssa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3)
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pemanfaatan air
limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak
lingkungan, maka Bupati/ Walikota menerbitkan izin
pemanfaatan air limbah
(6) Penerbitan pemanfaatan air limbah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu
selambat-selambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin
(7) Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Bagian kedua

Pembuangan Air Limbah

Pasal 37

Setiap penanggung usaha dan atau kegiatan yang
membuang air limbah ke air atau sumber air wajib
mencegah dan menangulangi terjadinya pencemaran air

Pasal 38

(1) Setiap penanggung jawab usaha atau kegiatan yang
membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mentaati
persyaratan yang ditetapkan dalam izin
(2) Dalam persyaratan izin Pembuangan air Iimbah
sebagaimana dimaksud didalam ayat (1) waiib dicantumkan
a. kewajiban untukmengoloa Iimbah;
b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh
dibuang ke media lingkungan ;
c. persyaratan cara pembuangan air limbah ;
d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur
penanggulamgan keadaan darurat ;
e.persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan
debit air limbah ;
f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan
analisis mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya
dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan atau
kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai
dampak lingkungan ;
g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu atau
pelepasan dadakan ;saat
h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam
upaya penataan batas kadar yang diperyaratkan ;
i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk
melaporkan hasil swapantau.
(3) Dalam penetapan peryaratan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) bagi air limbah yang mengandung radioaktif,
Bupati/ Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari
lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
tenaga atom.

Pasal 39

(1) Bupati / Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah
yang diinginkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38
ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran
pada sumber air ;
(2) Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) belum dapat ditentukan, maka
batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan
berdasarkan bku mutu air limbah nasional sebagaimana
dimaksud dalam pasal 21 ayat (1)

Pasal 40

(1) Setiap usaha dan kegiatan yang akan membuang air
limbah ke air atau sumber air wajib mendapatkan izin
tertulis dari Bupati / Walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan
dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

Pasal 41

(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air
limbah ke air atau sumber air.
(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi sekurang-kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan
tanaman
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada
Bupati / Walikota .
(4) Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian
yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3).
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana diamksud
dalam ayat (4) menunjukakan bahwa pembuangan air
limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka
Bupati / Walikota menerbitkan izin pembungan air limbah.
(6) Penerbitan izin pembungan air limbah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh ) hari terhitung
sejak tanggal diterimanya permohonan izin.
(7) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan
pembungan air limbah ditetapkan oleh Bupati /Walikota
dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan Mentei
(8) Pedoman kajian pembungan air limbah sebagaimana
dimaksudkan dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri

Pasal 42

Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau
gas ke dalam air dan sumber air.

BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Pertama

Pembinaan

Pasal 43

(1) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten /
Kota melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan
penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam
pengelolaan kualitas air dan pengendaliaan pencemaran air.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksudkan dalam yat (1)
meliputi:
a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundangundangan
yang berkaitan dengan pengelola lingkungan
hidup;
b. penerapan kebijakan insentif dan atau disinsentif
(3) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten /
Kota melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan
pengelolaan air limbah rumah tangga.
(4) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dapat dilakukan oleh pemerintah
Propinsi, pemerintah Kabupaten / Kota dengan
membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah
rumah tangga terpadu.
(5) Pembangunan saran dan prasarana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) dapat dilakukan melalui kerja
sama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan
perundang -undangan yang berlaku.

Bagian Kedua

Pengawasan

Pasal 44

(1) Bupati / Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap
penataan persyaratan yang tercantum dalam izin
sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2)
(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan oleh pejabat pengawas lingkungan
daerah.

Pasal 45

Dalam hal tertentu pejabat pengawas lingkungan
melakukan pengawasan terhadap penataan persyaratan
yang tercantum dalam izin melakukan usaha dan atau
kegiatan.

pasal 46

(1) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasa 44 ayat (2)
dan pasal 45 berwenag:
a.melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan,
pemotretan, perekaman audio visual, dan pengukuran;
b. meminta keterangan kepada masyarakat yang
berkepentingan, karyawan yang bersangkutan, konsultan,
kontraktor, dan perangkat pemerintahan setempat;
c. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat
catatan yang diperlukan, antara lain dokumen perizinan,
dokumen AMDAL, UKI, UPL, data hasil swapantau,
dokumen surat keputusan organisasi perusahaan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. mengambil contoh dari air limbah yang dihasilkan, air
limbah yang dibuang, bahan baku, dan bahan penolog;
f'. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses
produksi, utilitas, dan instansi pengolahan limbah;
g. memeriksa instansi, dan atau alat transportasi;
(2) Kewenangan membuat catatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf c meliputi pembuatan denah, sketsa,
gambar, peta, dan atau dekripsi yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas pengawasan.

pasal 47

Pejabat pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib
memperlihatkan surat tugas dan atau tanda pengenal.

BAB VIII
SANKSI

Bagian Pertama

Sanksi Administrasi

Pasal 48

Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatn yang
melanggar ketentuan Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 32,
Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40,dan Pasal
42, Bupati / Walikota berwenang menjatuhkan sanksi
administrasi.

Pasal 49

Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang
melanggar ketentuan Pasal 25, Bupati / Walikota / Mentri
berwenang menerapkan paksaan pemerintahan atau uang
paksa.

Bagian Kedua

Ganti Kerugian

Pasal 50

(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran
dan atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan
kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup,
mewajibkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan
untuk membayar ganti kerugian dan aatau melakukan
tindakan tertentu.
(2) Selain pembeban untuk melakukan tindakkan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hakim dapat
menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari
keterlambatan penyelesaian tindakkan tertentu tersebut.

Bagian Ketiga

Sanksi Pidana

Pasal 51

Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 26, Pasal 31,
Pasal 32, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 41, Pasal 42, yang
mengakibatkan terjadinya pencemaran air, diancam dengan
pidana sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 41, pasal
42, pasal 43, pasal 44, pasal 45, pasal 46, pasal 47
Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 52

Baku mutu air limbah untuk jenis usah dan atau kegiatan
tertentu yang telah ditetapkan oleh daerah, tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan PeraturanPemerintah
ini.

Pasal 53

(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air
limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka
waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan
Pemerintah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah
pada tanah dari Bupati / Walikota.
(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi
belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau
sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak
diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib
memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau
sumber air Bupati / Walikota.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54

Penetapan daya tampung beben pencemaran
sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (3) wajib
ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga ) tahun sejak
diundangkannya Peraturan Pemerintah ini

Pasal 55

Dalam hal baku mutu air pada sumber air sebagaimana
dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 12 ayat (1) belum atau
tidak ditetapkan, berlaku kreteria mutu air untuk kelas II
sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan
Pemerintah ini sebagai baku mutu air.

Pasal 56

(1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun
sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, baku mutu
air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini
(2) Dalam hal baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) lebih ketat dddari baku mutu air dalam peraturan
pemerintah ini, maka baku mutu air sebelimnya tetap
berlaku.

Pasal 57

(1) Dalam hal jenis usaha dan atau kegiatan belum ditentukan
baku mutu air limbahnya, maka baku mutu air limbah yang
berlaku di daerah tersebut dapat ditetepkan setelah
mendapat rekomendasi dari Menteri.
(2) Ketentuan mengenai baku mutu air limbah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetepkan dengan Peraturan
Daerah Propinsi.

Pasal 58

Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
yang telah ada, tetap brlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan dan belum diganti berdasarkan peraturan
pemerintah ini.

Pasal 59

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang
Penendalian Pencemaran Air ( Lembaran Negara Tahun
1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3409) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 60

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,

ttd.

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK
INDONESIA,

ttd.

BAMBANG KESOWO

sumber: persembahanku.wordpress.com/.../pp-ri-no-82-2001-pengelolaan-kualitas-air/



PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
NOMOR 2 TAHUN 2006
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN
PENCEMARAN AIR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,


Menimbang :

a. bahwa air sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, perlu
dikelola dan dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat sebagai
sumber dan penunjang kehidupan;
b. bahwa dalam upaya menjaga kualitas air agar dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan, perlu dikelola dan ditanggulangi
kerusakannya melalui pengelolaan dan pengendalian pencemaran
air;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomar 15 Tahun 1956 jo. Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat
Nomor 10 Tahun 1957 antara lain mengenai Pembentukan Daerah
Swatantra Tingkat I Kalimantan Selatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1106);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3419);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3699);
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata
Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982
Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3225);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3445)
11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia Nomor 3838);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3952 );
13. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia Nomor 4161 );
14. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun
2000 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
dan Sekretariat Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun
2000 Nomor 13);
15. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun
2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan
Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun
2000 Nomor 14);


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
dan
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
MEMUTUSKAN :


Menetapkan :
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

SELATAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.
2. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
4. Bupati adalah Bupati se-Kalimantan Selatan.
5. Walikota adalah Walikota se-Kalimantan Selatan.
6. Instansi yang membidangi Lingkungan Hidup adalah Perangkat Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan yang tugas dan fungsinya di bidang pengendalian lingkungan
hidup.
7. Air adalah semua air yang terdapat di atas, dan di bawah permukaan tanah, kecuali
air, laut dan air fosil.
8. Pencemaran Air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan
atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya.
9. Sumber Air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan
muara.
10. Pengelolaan Kualitas Air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air
yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam
kondisi alamiahnya.
11. Mutu Air adalah kondisi kualitas air yang diukur, dan atau diuji berdasarkan
parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan Peraturan Perundangundangan
yang berlaku.
12. Kelas Air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak, untuk dimanfaatkan
bagi peruntukan tertentu.
13. Kriteria Mutu Air adalah tolak ukur mutu air untuk setiap kelas air.
14. Status Mutu Air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar
atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu, dengan
membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan.
15. Mutu Air Sasaran adalah mutu air yang direncanakan untuk dapat diwujudkan dalam
jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dan atau upaya lainnya
dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
16. Daya Tampung Beban Pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air,
untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut
menjadi cemar.
17. Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan.
18. Air Limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.
19. Baku Mutu Air Limbah adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi,
atau komponen yang ada bagi zat atau harus ada dan atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya di dalam air.
20. Limbah Cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh usaha dan atau
kegiatan yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas
lingkungan.
21. Limbah Rumah Tangga adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan dari rumah tangga.
22. Instalasi Pengolah Air Limbah yang selanjutnya disebut IPAL adalah instalasi
pengolah air limbah yang berfungsi untuk mengolah air limbah-limbah cair yang
diharapkan menghasilkan effluent sesuai dengan baku mutu air yang diizinkan.

BAB II
WEWENANG

Pasal 2

(1) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :
a. mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten / Kota;
b. menyusun rencana pendayagunaan air sesuai fungsi ekonomis, ekologis, nilainilai
agama dan adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat;
c. merencanakan potensi pemanfaatan air, pencadangan air berdasarkan
ketersediaannya baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis;
(2) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :
a. sumber air lintas Kabupaten / Kota;
b. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
c. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah untuk aplikasi pada tanah;
e. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;
f. memantau kualitas air pada sumber air;
g. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 3

Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang berhak :
a. mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik;
b. mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta
pengendalian pencemaran air;
c. berperan serta dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

Pasal 4

Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang wajib :
a. mencegah dan mengendalikan terjadinya pencemaran air;
b. memulihkan kualitas air akibat pencemaran;
c. melakukan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya air.

Pasal 5

Setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan wajib memberikan informasi yang
benar dan akurat mengenai pelaksanaan pengelolaan kualiatas air dan pengendalian
pencemaran air.

Pasal 6

Pemerintah Daerah wajib memberikan informasi kepada masyarakat mengenai
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

BAB IV
INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI

Pasal 7

Dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi sumber air, Gubernur melalui instansi
terkait menetapkan pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumber
pencemaran.

Pasal 8

(1) Hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
disampaikan kepada Gubernur paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun.
(2) Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Gubernur menetapkan pedoman pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air

BAB V
PENGELOLAAN KUALITAS AIR

Bagian Pertama
Klasifikasi Mutu Air

Pasal 9

(1) Klasifikasi Mutu Air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana / sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
(2) Kriteria mutu air dari tiap kelas peruntukan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan sesuai Peraturan Perundangundangan.

Pasal 10

(1) Peruntukan air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
digunakan sebagai dasar untuk penetapan baku mutu air dengan prioritas
pemanfaatan :
a. air minum;
b. air untuk kebutuhan rumah tangga;
c. air untuk peternakan, pertanian, dan perkebunan;
d. air untuk industri;
e. air untuk irigasi;
f. air untuk pertambangan;
g. air untuk usaha perkotaan;
h. air untuk kepentingan lainnya.
(2) Urutan peruntukan pemanfaatan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berubah dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan kondisi setempat.

Bagian Kedua
Baku Mutu Air

Pasal 11

(1) Air pada semua mata air dan pada sumber air yang berada pada kawasan lindung,
harus dilindungi mutunya agar tidak menurun kualitasnya yang disebabkan oleh
kegiatan manusia.
(2) Kriteria mutu air sesuai rencana pendayagunaan air didasarkan pada hasil
pengkajian peruntukan air.
(3) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan pada pedoman yang
ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Pemantauna Kualitas Air

Pasal 12

Pemantauan kualitas air pada sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah
Kabupaten / Kota dalam satu Provinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi dan
dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten / Kota.

Bagian Keempat
Status Mutu Air

Pasal 13

(1) Status mutu air ditentukan dengan cara membandingkan mutu air dengan baku mutu
air.
(2) Status mutu air dinyatakan :
a. cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;
b. baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.
(3) Tingkat status mutu air dilakukan dengan perhitungan tertentu yang ditetapkan
sesuai Peraturan Perundang-undangan.

Bagian Kelima
Pengujian Kualitas Air

Pasal 14

(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah di akreditasi untuk
melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian
pencemaran air.
(2) Pengujian kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara
periodik dan terus-menerus serta pada kondisi tertentu.
(3) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium
yang ditunjuk menteri.

Pasal 15

Gubernur menetapkan laboratoriumrujukan di tingkat Provinsi untuk melakukan analisis
mutu air dan mutu air limbah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.

BAB VI
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Bagian Pertama
Perlindungan Kualitas Air

Pasal 16

(1) Perlindungan kualitas air dilakukan sebagai upaya menjaga kualitas air dan sumber
air terhadap kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan alam.
(2) Perlindungan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
instansi yang berwenang.

Bagian Kedua
Pencegahan Pencemaran Air

Pasal 17

Pencegahan pencemaran air merupakan upaya untukmenjaga agar kualitas air pada
sumber air tetap dapat dipertahankansesuai baku mutu air yang ditetapkan dan atau upaya
peningkatan mutu air pada sumber air.

Bagian Ketiga
Penanggulangan Pencemaran Air

Pasal 18

Penanggulangan pencemaran air dilakukan dalam upaya mencegah meluasnya
pencemaran pada sumber air melalui pengendalian debit air pada sumber air dan
melokalisasi sumber pencemaran pada sumber air.

Bagian Keempat
Pemulihan Kualitas Air

Pasal 19

(1) Pemulihan kualitas air merupakan upaya mengembalikan atau meningkatkan mutu
air sesuai mutu air sebelum terjadinya pencemaran pada sumber air.
(2) Kegiatan pemulihan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui :
a. pengendalian debit pada sumber air;
b. penggelontoran;
c. pembersihan sumber air dan lingkungan sekitarnya.

Bagian Kelima
Daya Tampung Beban Pencemaran Air

Pasal 20

(1) Gubernur sesuai kewenangannya menetapkan daya tampung pencemaran pada
sumber air.
(2) Penetapan daya tampung dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dana,
sumber daya manusia, ilmu pengetahuan serta teknologi.
(3) Daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau secara berkala
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
(4) Dalam hal daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum
ditetapkan sesuai ketentuan pada ayat (3), penentuan persyaratan pembuangan air
limbah ke sumber air ditetapkan berdasarkan baku mutu air yang telah ditetapkan
pada sumber air yang bersangkutan.

Bagian Keenam
Baku Mutu Air Limbah

Pasal 21

(1) Dalam rangka pengamanan pembuangan limbah cair ke sumber-sumber air agar
tidak menimbulkan pencemaran diadakan penetapan baku mutu air limbah.
(2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 22

(1) Masuknya suatu unsur pencemaran ke dalam sumber-sumber air yang tidak jelas
tempat masuknya dan atau secara teknis tidak dapat ditetapkan baku mutu air
limbah, dikendalikan pada faktor penyebabnya.
(2) Perhitungan beban pencemaran masing-masing kegiatan ditentukan dengan
mengukur kadar parameter pencemar dan volume air limbah yang bersangkutan.

Bagian Ketujuh
Baku Mutu Air Sasaran

Pasal 23

(1) Dalam rangka peningkatan mutu air pada sumber air perlu ditetapkan baku mutu air
sasaran.
(2) Baku mutu air sasaran sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan agar mutu air pada
sumber air mencapai tingkat sesuai dengan peruntukannya.
(3) Peningkatan mutu air sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terus
ditingkatkan secara terhadap sampai mencapai kualitas baku mutu yang baik.

BAB VII
PERSYARATAN PERIZINAN

Pasal 24

(1) Setiap kegiatan usaha yang melakukan pembuangan air limbah ke sumber-sumber
air yang melintasi Kabupaten / Kota dan berpotensi menimbulkan dampak pada
sumber air harus mendapat izin dari Bupati / Walikota setelah berkoordinasi dengan
Gubernur.
(2) Syarat-syarat perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. peta lokasi pembuangan air limbah skala 1 : 5.000;
b. membuat bangunan saluran pembuangan air limbah melalui IPAL, sarana bak
kontrol untuk memudahkan;
c. konstruksi bangunan dan saluran pembuangan air limbah wajib mengikuti
petunjuk teknis yang diberikan oleh Instansi Teknis;
d. mengolah limbah cair sampai kepada batas syarat baku mutu yang telah
ditentukan, sebelum dibuang ke sumber-sumber air;
e. memberikan izin kepada pengawas untuk memasuki lingkungan usaha atau
kegiatan dalam melaksanakan tugasnya guna memeriksa peralatan pengolah
limbah beserta kelengkapannya;
f. wajib menyampaikan laporan kepada Gubernur melalui Kepala Bapedalda
tentang mutu limbah cair setiap 1 (satu) bulan sekali dari hasil laboratorium
lingkungan yang ditunjuk;
g. menanggung biaya pengambilan contoh dan pemeriksaan kualitas mutu air
limbah yang dilakukan oleh pengawas secara berkala serta biaya
penanggulangan dan pemulihan yang disebabkan oleh pencemaran air akibat
usaha / kegiatannya;
h. persyaratan khusus yang ditetapkan untuk masing-masing usaha kegiatan yang
membuang air limbah ke sumber-sumber air atau media lingkungan lainnya.
(3) Bupati / Walikota dapat menetapkan persyaratan lain yang sesuai dengan
kewenangannya.

BAB VIII
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMANTAUAN
Bagian Pertama Pembinaan

Pasal 25

(1) Pemerintah Provinsi melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan kepada
penanggungjawab usaha atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air.
(2) Pemerintah Provinsi melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan
pengelolaan air limbah rumah tangga.
(3) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah
rumah tangga terpadu.
(4) Pembangunan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga sesuai peraturan perundangundangan
yang berlaku.

Bagian Kedua
Pengawasan dan Pemantauan

Pasal 26

(1) Gubernur melakukan pengawasan dan pemantauan mutu air pada sumber air dan
sumber pencemaran.
(2) Dalam melakukan pengawasan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Gubernur dapat menunjuk instansi yang tugas dan fungsinya membidangi
masalah lingkungan hidup atau pengendalian dampak lingkungan.
(3) Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan tugas
pengawasan dan pemantauan melibatkan Pemerintah Kabupaten / Kota, dan instansi
terkait lainnya.

Pasal 27

Pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan pada sumber air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1), dilakukan oleh instansi terkait meliputi :
a. pemantauan dan evaluasi perubahan mutu air;
b. pengumpulan dan evaluasi data yang berhubungan dengan pencemaran air;
c. evaluasi laporan tentang pembuangan air limbah dan analisisnya yang dilakukan oleh
penanggungjawab kegiatan;
d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.

Pasal 28

Pelaksana tugas pengawasan dan pemantauan kualitas air limbah pada sumber
pencemaran, dilakukan oleh instansi terkait sesuai kewenangannya meliputi :
a. memeriksa kondisi peralatan pengolahan dan atau peralatan lain yang diperlukan
untuk mencegah pencemaran lingkungan ;
b. mengambil contoh air limbah pada sumber pencemaran ;
c. meminta keterangan yang diperlukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas air
limbah yang dibuang termasuk proses pengolahannya ;
d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.

BAB IX
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 29

(1) Setiap orang mempunyai peran yang sama untuk mendapatkan air dengan tetap
memperhatikan asas-asas kemanfaatan umum, keseimbangan, dan kelestarian.
(2) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi air dan mencegah serta
menanggulangi pencemaran air.
(3) Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam upaya
peningkatan mutu air pada sumber-sumber air dengan penyampaian informasi dan
memberikan saran dan atau pendapat.

BAB X
SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 30

Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan dalam Pasal
20 dan Pasal 21, Gubernur berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.

BAB XI
PEMBIAYAAN

Pasal 31

(1) Pembiayaan pengendalian pencemaran air dan sumber-sumber air akibat usaha dan
atau kegiatan dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan atau kegiatan.
(2) Pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan dimaksud pada ayat (1) diatur
oleh Gubernur sesuai dengan kewenangannya dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(3) Dalam keadaan force majeure, Pemerintah Daerah dapat menyediakan pembiayaan
untuk penanggulangannya sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah.

BAB XII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 32

Barangs siapa melakukan kegiatan dan atau tindakan yang mengakibatkan pencemaran
dan atau kerusakan lingkungan hidup, dikenakan ketentuan pidana sesuai dengan
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 33

Pemerintah Provinsi dapat menetapkan Peraturan Daerah Provinsi untuk mengatur :
a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten / Kota ;
b. baku mutu air yang lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
c. baku mutu air limbah daerah, dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu
limbah nasional.

BAB XV
KETENTUAN PEMELIHARAAN

Pasal 34

(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada
tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan
Daerah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati /
Walikota.
(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin
pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak
diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib memperoleh izin pembuangan air
limbah ke air atau sumber air dari Bupati / Walikota.

BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 35

Hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 36

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

Ditetapkan di Banjarmasin
Pada tanggal : 15 Maret 2006

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
H . RUDY ARIFFIN
Diundangkan di Banjarmasin
Pada tanggal 15 Maret 2006

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI
KALIMANTAN SELATAN,
H. M. MUCHLIS GAFURI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2006
NOMOR 2 SERI E NOMOR SERI 1

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
NOMOR 2 TAHUN 2006
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN
PENCEMARAN AIR

I. UMUM

Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak
sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan
manusia serta makhluk hidup lainnya. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan air untuk
berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan
kepentingan generasi sekarang dan mendatang. Agar air dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan maka pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air di Provinsi Kalimantan Selatan menjadi hal yang
sangat penting.
Kegiatan pembangunan yang makin meningkat membawa dampak terhadap
pencemaran dan perusakan lingkungan sehingga struktur dan fungsi dasar
ekosistem yang menjadi kehidupan tidak dapat mendukung pembangunan yang
berkelanjutan. Hal ini juga berpengaruh terhadap keberadaan sumber daya air
dengan menurunnya mutu air sebagai akibat terjadinya pencemaran air oleh adanya
usaha atau kegiatan pembangunan yang membuang limbah cairnya ke sumbersumber
air. Pencemaran lingkungan dan atau pencemaran air pada akhirnya akan
menjadi beban masyarakat banyak atau merupakan beban sosial, yang nantinya
masyarakat dan pemerintah pula harus menanggung beban pemulihannya. Keadaan
ini mendorong diperlukannya upaya pengendalian pencemaran air, sehingga resiko
yang diterima dapat ditekan sekecil mungkin.
Upaya pengendalian pencemaran air tidak dapat dilepaskan dari tindakan
pengawasan dan pematuhan agar ketentuan-ketentuan yang telah diatur bisa ditaati.
Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum yan mengatur, dimana dicantumkan
secara tegas kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh penanggung
jawab usaha / kegiatan sebagai perwujudan peran serta masyarakat dalam ikut
memelihara kelestarian sumber-sumber air, sesuai dengan tanggungjawabnya.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Yang dimaksud dengan pengelolaan kualitas air adalah pengelolaan kualitas
air yang dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai
peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya yang dilakukan pada :
a. sumber air yang terdapat didalam hutan lindung ;
b. mata air yang terdapat diluar hutan lindung ;
c. akuifer air tanah dalam.
Yang dimaksud dengan pengendalian pencemaran air adalah pengendalian
pencemaran air yang dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai
dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penaggulangan
pencematan air serta pemulihan kulalitas air yang dilakukan diluar :
a. sumber air yang terdapat didalam hutan lindung ;
b. mata air yang terdapat diluar hutan lundung ;
c. akuifer air tanah dalam.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Dalam pengendalian, selain melibatkan instansi terkait dapat pula
melibatkan masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) lingkungan, Perusahaan Daerah Air Minum, dan
konsultan masalah air.
Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Pengambilan contoh untuk kepentingan pengusaha, biayanya
dibebankan kepada pengusaha yang bersangkutan dan dibayarkan ke
laboratorium. Apabila hasilnya meragukan instansi yang berwenang
yang mengendalikan dampak lingkungan dapat melakukan
pengambilan contoh sendiri dengan biaya APBD.
Huruf g
Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Ayat (1)

Cukup jelas.

Pasal 27

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam pengawasa dan pemantauan, disamping instansi-instansi terkait
juga melibatkan masyarakat khususnya yang tergabung dalam LSM
lingkungan hidup.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pengambilan contoh untuk kepentingan pengusaha biayanya dibebankan
kepada pengusaha yang bersangkutan dan dibayarkan ke laboratorium.
Apabila hasil tersebut meragukan, instansi yang berwenang yang
mengendalikan dampak lingkungan dapat melakukan pengambilan
contoh sendiri dengan biaya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang bersangkutan force majeure adalah suatu keadaan terpaksa
(darurat).

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN
SELATAN TAHUN 2006 NOMOR.

sumber: http://www.kalselprov.go.id/download/perda-tahun-2006/51-perda-no-2-tahun-2006?chk=0e354a26db4be2ba1d09bf5fee42de51&no_html=1



PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR 09 TAHUN 2007
TENTANG
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
INDUSTRI RAYON

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup
perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha
dan/atau kegiatan yang berpotensi mencemari
lingkungan hidup;
b. bahwa untuk mencegah terjadinya pencemaran dari
usaha dan/atau kegiatan industri rayon perlu dilakukan
upaya pengendalian pencemaran air dengan menetapkan
baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan
industri rayon;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Industri Rayon;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3274);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4377);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4548);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3838);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4161);
7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik
Indonesia, sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun
2006;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA
DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI RAYON.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Industri rayon adalah industri yang memproduksi serat dengan cara
regenerasi polimer selulosa yang diperoleh dari kayu atau sisa kapas
pendek.
2. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur
pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke
dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
3. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air,
sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
4. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang
berwujud cair.
5. Kuantitas air limbah maksimum adalah jumlah air limbah tertinggi
yang masih diperbolehkan dibuang ke sumber air setiap satuan
produk.
6. Kadar maksimum adalah ukuran batas tertinggi suatu unsur pencemar
dalam air limbah.
7. Titik penaatan (point of compliance) adalah satu atau lebih lokasi yang
dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku
mutu air limbah.
8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 2

(1) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri rayon
adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
(2) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 3

Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri rayon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan berdasarkan
kadar dan kuantitas air limbah.

Pasal 4

Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri rayon
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setiap saat
tidak boleh dilampaui.

Pasal 5

(1) Daerah dapat menetapkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau
kegiatan industri rayon dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari
ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri
ini.
(2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan peraturan daerah provinsi.

Pasal 6

Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari usaha
dan/atau kegiatan industri rayon mensyaratkan baku mutu air limbah
lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (1), maka diberlakukan baku mutu air limbah
sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan
UPL.

Pasal 7

Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah mensyaratkan
baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), atau Pasal 6, maka dalam
persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air
limbah berdasarkan hasil kajian.

Pasal 8

Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan industri rayon wajib:
a. melakukan pengelolaan air limbah sehingga mutu air limbah yang
dibuang ke sumber air tidak melampaui baku mutu air limbah yang
telah ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri ini;
b. menggunakan saluran pembuangan air limbah yang kedap air sehingga
tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
c. memasang alat ukur debit atau laju alir air limbah dan melakukan
pencatatan debit harian air limbah tersebut;
d. tidak melakukan pengenceran air limbah, termasuk mencampur
buangan air bekas pendingin ke dalam aliran buangan air limbah;
e. melakukan pencatatan produksi bulanan senyatanya;
f. memisahkan saluran buangan air limbah dengan saluran limpasan air
hujan;
g. melakukan pemantauan harian kadar parameter baku mutu air
limbah, untuk parameter pH dan COD;
h. menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji;
i. memeriksakan kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini secara periodik
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan ke laboratorium yang
telah terakreditasi;
j. menyampaikan laporan debit harian air limbah, pencatatan produksi
bulanan, pemantauan harian kadar parameter air limbah, dan hasil
analisa laboratorium terhadap baku mutu air limbah sebagaimana
dimaksud dalam huruf c, huruf e, huruf g, dan huruf i secara berkala
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada
Bupati/Walikota, dengan tembusan Gubernur dan Menteri, serta
instansi lain yang terkait sesuai dengan peraturan perundanganundangan;
dan
k. melaporkan kepada Bupati/Walikota, dengan tembusan Gubernur dan
Menteri mengenai kejadian terlampauinya baku mutu karena keadaan
terhentinya sebagian atau seluruh kegiatan operasi sampai dimulainya
kembali kegiatan operasi tersebut disertai rincian kegiatan
penanggulangannya.

Pasal 9

Bupati/Walikota wajib mencantumkan baku mutu air limbah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 6, atau Pasal 7 dan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ke dalam izin
pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri rayon.

Pasal 10


Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini semua peraturan yang
berkaitan dengan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan
industri rayon yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 11


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal : 4 Juli 2007

Menteri Negara
Lingkungan Hidup,

ttd

Ir. Rachmat Witoelar.

Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi MENLH Bidang
Penaatan Lingkungan,
Hoetomo, MPA.

sumber: hukum.unsrat.ac.id/lh/menlh_9_2007.pdf


Program Kerja Menteri Lingkungan Hidup

Dalam "Agenda 100 Hari" Kabinet Indonesia Bersatu II, berbagai masalah mendesak dan patut jadi prioritas dalam bidang lingkungan hidup antara lain.
1. Penertiban lahan dan tata ruang agar tidak banyak lahan lahan terlantar.
2. Memastikan adanya kontribusi dari Indonesia dalam mengelola perubahan iklim dan pemanasan global, utamanya dalam memelihara hutan di seluruh Indonesia betul-betul terlaksana dengan baik.
3. Meneruskan dan mengintensifkan upaya pemberantasan pembalakan liar, berupaya mencegah kebakaran dan pembakaran hutan, memelihara hutan-hutan lindung, sehingga dari aspek hutan, Indonesia betul-betul bisa mencegah terjadinya pemanasan global yang tidak perlu.
4. Melakukan berbagai langkah agar Indonesia sebagai negara kepulauan dapat membawa masalah fungsi laut dan kekayaannya termasuk terumbu karang ke COP 15 Kopenhagen Denmark awal Desember 2009 yang akan datang.

sumber: http://www.menlh.go.id/home/index.php?option=com_content&view=article&id=4104%3AMenneg-LH-Prof.-Dr.-Ir-Gusti-Muhammad-Hatta-Berpacu-Dengan-waktu-Untuk-Agenda-100-Hari&Itemid=237&lang=en




MENGETAHUI AIR TERCEMAR ATAU TIDAK

Pencemaran air didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.(Kep-02/MENKLH/I/1988 Tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan)

Sifat – sifat yang umumnya diuji dan dapat digunakan untuk menentukan apakah air tercemar atau tidak adalah :
● Nilai pH, keasaman dan alkalinitas
● Suhu
● Warna, bau, dan rasa
● Jumlah padatan
● BOD dan COD
● Pencemaran mikroorganisme pathogen
● Kandungan minyak
● Kandungan Logam berat
● Kandungan bahan radioaktif

# IDENTIFIKASI PENCEMAR :

a. Langsung
Penggunaan panca indera untuk mengidentifikasi adanya pencemaran, misalnya bau, rasa tidak enak, kekeruhan, pertumbuhan tanaman air, dll.
b. Tidak Langsung
Keluhan penduduk dalam mengkonsumsi air dan adanya bioindikator pada perairan.

# SAMPLING

Sampling dilakukan minimal 2 lokasi, yaitu di hulu dimana air diperkirakan belum tercemar dan di muara (hilir) dimana air diperkirakan telah tercemar.

# ANALISIS DATA

1. Turbidity (Kekeruhan) : disebabkan oleh banyak faktor, antara lain debu, tanah liat, bahan organik, dan mikroorganisme. Kekeruhan menyebabkan air menjadi kotor dan tidak jernih. Hal ini mengganggu penetrasi sinar matahari, sehingga mengganggu proses fotosintesis tanaman air. Selain itu bakteri patogen dapat berlindung di dalam atau di sekitar bahan penyebab turbidity tersebut.
2. Perubahan suhu air
Pengukuran suhu air dapat dilakukan dengan menggunakan thermometer air raksa dan dapt diukur langsung diperairan atau lokasi sampling.
Keadaan suhu air dengan perbedaan antara suhu air dan suhu alam disekitarnya yang diperbolehkan adalah sebesar ±3˚C.
contoh:
suhu alam = 25˚C. berarti suhu air yang diperbolehkan berkisar 22-28˚C. Jika melebihi atau kurang dari kisaran tersebut, bisa dikatakan air tersebut telah tercemar.
Perubahan suhu air terutama peningkatan suhu dapat menyebabkan beberapa dampak seperti perubahan rantai makanan dan kondisi habitat air tersebut, penambahan tingkat kelarutan berbagai unsur kimia air dan akan membentuk ikatan kimia baru yang bersifat desktruktif pada biota atau kondisi habitat air dan kesulitan mengkonsumsi air karena terjadi perubahan rasa.
3. pH
Konsentrasi ion hidrogen dalam suatu perairan dapat dinyatakan dengan pH. Organisme sangat sensitif terhadap perubahan ion hidrogen. Air limbah pertambangan dan pertanian mengakibatkan tingginya kadar ion hidrogen sehingga membahayakan kehidupan biota air. Tingginya konsentrasi ion hidrogen menunjukkan perairan bersifat asam. Pengukuran pH dapat menggunakan pH meter atau kertas lakmus. Pengukurannya juga dapat langsung dilakukan di lokasi sampling.
4. Dissolved Oksigen (Oksigen Terlarut)
DO merupakan parameter penting untuk mengukur pencemaran air.
DO dapat diukur dengan menggunakan DO meter. Sebelum melakukan pengukuran dengan DO meter, sebaiknya dilakukan kalibrasi meter sehingga arus listrik yang dicatat sebanding dengan konsentrasi O2 .
5. Biological Oxygen Demand (BOD)
Yaitu banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme pada waktu melakukan proses dekomposisi bahan organik yang ada di perairan.
Penggunaan oksigen yang rendah menunjukkan kemungkinan air jernih, mikroorganisme tidak tertarik menggunakan bahan organik dan mikroorganisme mati.
6. Total Solid
Terdiri dari bahan terlarut (dissolved solid) dan tidak terlarut (suspended solid) yang ada di air. Adanya bahan-bahan tersebut menyebabkan kualitas air tidak baik, menimbulkan berbagai reaksi dan mengganggu estetika.
Pengukuran total solid dilakukan dengan cara penyaringan kemudian pengeringan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar